Mitramabrsnews.com
MUSI BANYUASIN,- Euforia Karnaval HUT RI ke-80 di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) yang berlangsung meriah pada Selasa (19/8/2025) menyisakan cerita pilu. Di balik gegap gempita pesta rakyat itu, para petugas kebersihan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Muba harus menelan kenyataan pahit: upah lembur mereka hanya dibayar Rp 10.000 per orang.
Ribuan warga tumpah ruah di jalan raya, meninggalkan lautan sampah pasca acara. Dengan bermodal sapu dan karung, 117 petugas kebersihan bekerja keras sejak pukul 13.00 hingga 21.00 WIB, membersihkan tumpukan sampah yang berserakan di sepanjang jalur karnaval.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, dedikasi dan kerja keras itu berbuah penghargaan yang jauh dari kata layak.
“Kami lembur dari jam 1 siang sampai jam 9 malam, 117 orang, tapi upah lembur yang dibayar cuma Rp 10.000 per orang,” ungkap salah seorang petugas dengan nada getir. “Jauh sekali bedanya dari tahun kemarin,” ia menambahkan.
Data dan Anggaran Tidak Sinkron
Temuan Tim Gabungan Media membuka fakta adanya perbedaan data antara jumlah petugas yang terlibat dan anggaran yang disiapkan.
Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Dispopar) Muba selaku penyelenggara karnaval memastikan bahwa pihaknya telah berkoordinasi resmi dengan DLH.
“Kami sudah kirim surat resmi ke DLH. Permintaan kami jelas, 20 orang petugas kebersihan dengan anggaran Rp 1.500.000,” tegas Kepala Bidang Pariwisata Dispopar sambil menunjukkan bukti surat.
“DLH sudah menyerahkan nama 20 petugas. Kalau kemudian yang bekerja di lapangan lebih dari itu, atau nominal upah yang dibayarkan berbeda, itu bukan kewenangan kami.” tambahnya.
DLH Muba Bungkam
Hingga berita ini diturunkan, pihak DLH Kabupaten Musi Banyuasin belum memberikan keterangan resmi terkait polemik upah lembur ini. Perbedaan data jumlah petugas 20 orang yang diajukan Dispopar versus 117 orang yang bekerja di lapangan, menjadi pertanyaan publik.
Nominal upah yang tidak masuk akal ini juga memunculkan tanda tanya serius mengenai mekanisme anggaran dan transparansi dalam pelaksanaan kegiatan.
Ironi di Balik Pesta Rakyat
Karnaval yang sejatinya menjadi ajang kebanggaan dan persatuan justru meninggalkan catatan kelam tentang kesejahteraan pekerja di balik layar. Mereka yang menjaga kebersihan, memastikan kenyamanan, dan mendukung suksesnya perayaan, justru diperlakukan jauh dari kata layak.
Peristiwa ini menjadi alarm keras agar ke depan, pemerintah daerah benar-benar memperhatikan nasib para petugas kebersihan, pahlawan tanpa tanda jasa yang kerap luput dari perhatian publik.
Tim