OBITUARI DEMOKRASI

- Penulis

Senin, 14 Oktober 2024 - 03:38

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

 

Bangka Belitung, Mitramabesnews.com

Oleh : Saifuddin

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Direktur Ekskeutif LKiS

Penuis Buku ; Politik Tanpa Identitas, Obituari Demokrasi, Elegi Demokrasi, Catatan Cacat-an Demokrasi, Legal Tragedy Dalam politik.

Kritkus Sosial politik, dan akademicus writing

____________________________________

TAHUN 2018 yang lalu saya menulis buku yang berjudul obituari demokrasi yang diterbitkan oleh Diva Press Jogjakarta setebal 312 halaman. Buku tersebut sangat di ilhami oleh fenomena politik kotak kosong yang lagi marak dalam kontekstasi politik nasional dalam pilkada serentak tahun 2018. Tetapi yang lebih menariknya dalam buku tersebut adalah kemenangan kotak kosong di Pilwalkot Kota Makassar yang dimenangkan oleh kotak kosong dengan perolehan 53,7 %. Ini fenomena terburuk dalam demokras di Indonesia. Fenomena kotak kosong adalah peristiwa politik yang di dominasi oligarki yang berusaha memborong partai politik—bukan alasan karena seorang figur atau kandidat itu mumpuni, tetapi cara lain dalam menggembosi rival politik dengan cara mengangkangi semua partai politik dengan biaya yang cukup mahal. Fenomena kota kosong kota mkassar menjadi pelajaran penting bagi kehidupan demokrasi.

Menyoal tentang obituari—obituari senantiasa disematkan pada peristiwa heroik dari kehidupan seorang agamawan kristiani, ketika ia wafat maka akan dibacakan perjalanan hidupnya. Tentang hal-hal yang baik dalam semua dimensi kehidupannya, agar menjadi pelajaran bagi mereka yang ditinggalkannya. Namun dalam hal ini penulis meminjam istilah ini untuk disandingkan satu terma pemikiran yang bernama demokrasi. Sehingga muncullah kalimat “Obituari Demokrasi” yang bisa diterjemahkan secara harfiah dengan makna “pengumuman kematian demokrasi”.

Terkait Obituari Demokrasi—bangsa ini punya pengalaman sejarah yang cukup panjang, era orde baru adalah era di mana keterkungkungan kebebasan berpendapat dibungkam dengan sedemikian rupa. Ada yang disebut dengan istilah subversiv. Sehingga tidak sedikit para aktivis saat itu ditangka dan dipenjara hanya karena kritis kepada penguasa, bahkan ada yang dibunuh dan diculik. Tragedi ini tentu bagian dari sejarah panjang tentang kematian demokrasi.

Rezim pun berganti—memasuki era keterbukaan dan tarnsformasi yang digerakkan dengan kekuatan civil society. Reformasi menjadi cita-cita awal akan tumbuhnya demokrasi dan kebebasan berpendapat dan ber-ekspresi dalam negara. Namun era keterbukaan ternyata bukan jaminan atas berlangsungnya demokrasi dengan baik. 26 tahun pasca reformasi, justru kita seringkali menghadapi situasi di mana demokrasi di berangus dengan cara-cara merusak tatanan hukum demi hasrat dan kekuasaan. Termasuk membernagus panggung-panggung diskusi dengan cara menggerakkan premanisme dalam ruang publik.

Baca Juga:  Ketua LSM TRINUSA Muba Kritik Anggaran Rp2,6 Miliar Muba Expo 2025, Dinilai Boros Dan Lokasi Tidak Tepat

Katakanlah tragedi 29 September 2024 di Forum Tanah Air FTA) yang dihadiri tokoh-tokoh nasional seperti Prof. Dr. Din Syamsuddin, Refly Harun, Muhammad Said Didu, Mantan Danjen Kopassus (Mayjen) Sunarko, Prof. Dr. Ghusnul Mariyah, serta beberapa tokoh lainnya di Grand Hotel Kemang—yang dibubarkan oleh kelompok tak dikenal dengan mengobrak-abrik ruangan diskusi kebangsaan itu. Pertanyaannya inikah demokrasi?, perilaku premanisme sesungguhnya telah melukai prinsip-prinsip demokrasi. Ini sekaligus ancaman bagi keberlangsungan demokrasi kedepan. Berbagai spekulasi dari aparat keamanan pun bermunculan termasuk pembubaran itu karena alasan tidak ada ijin. Tapi publik membantah kalau tidak ijin seharusnya aparat penegak hukum yang membubarkan bukan lalu memakai tangan premanisme. Prinsip-prinsip demokrasi sangat bertentangan dengan perilaku barbar dalam kehidupan bernegara.

Demokrasi sehat dengan kritik

Negara-negara yang sudah maju demokrasinya, kritik dari setiap warga negara dan elemen lainnya dianggap sebagai nutrisi bagi pertumbuhan demokrasi. Sebab negara-negara maju selalu terbuka dengan kritik sebagai kekuatan penyeimbang penguasa. Sebab kritik dipandang sebagai sesuatu masukan yang kritis untuk pemerintah. Franklin D Roosevelt—“Bila politik bengkok, maka puisi akan meluruskannya, bila politik kotor maka sastra akan membersihkannya” demikian kritik sosial begitu dibutuhkan untuk memberikan peringatan (warning) kepada pemerintah.

Kenapa demokrasi harus menjadi pilihan dalam bernegara, karena dianggap otoritarianisme adalah sistem yang anti kritik dan cendrung despotis. Sehingga peristiwa pembubaran diskusi, pembungkaman suara-suara kritis adalah bagian dari cara pembunuhan demokrasi. Indek sdemokrasi harus dibangun dari suasana kritik yang membangun. Bila kritik dianggap sesuatu yang mengganggu, berarti sistem itu adalah otoriter. Dan otiritarianisme sudah jatuh sejak reformasi 1998, tepatnya 26 tahun yang lalu. Bila hari ini dibangkitkan, maka sejarah masa lalu dikubur, dan kita kembali menikmati hari-hari yang mencemaskan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Padahal secara substansi demokrasi itu harus tumbuh dengan baik melalui kritik—karena kritik adalah basis politik warga negara diluar parlemen dan kekuasaan.

Oleh sebab itu, ketika panggung-panggung diskusi, mimbar akademik, tulisan-tulisan, puisi, orasi, teatrikal dipandang sebagai ancaman bagi kekuasaan, maka pada saat yang sama itu juga menjadi ancaman bagi kehidupan demokrasi.

“Hiduplah dengan kritik, karena kritik mencerminkan bahwa kita punya pikiran, tanpa kritik—maka pikiran pun dipertanyakan”—(saifuddin)

MB

Berita Terkait

Ops Sikat II Musi 2025, Jatanras Polda Sumsel Tangkap Dua Pelaku Curanmor di Banyuasin
Polda Sumsel Teguhkan Nilai Kepahlawanan di Tengah Hujan Rintik Ziarah Nasional 2025
Bhabinkamtibmas Turun Tangan, SPM Rental Pekalongan Ditemukan di Desa Kulu.
Ari Saputra,Ucapkan Selamat Hari Pahlawan ,Mari wujudkan nilai perjuangan Demi Masa Depan yang Lebih Baik
Antisipasi Puncak Bencana, Kolaboratif Polda dan Pemprov Sumsel Gelar Apel Siaga Hidrometeorologi
Diduga Masyarakat Tanjung Baru Jadi Korban Pemukulan Oknum Sat Pol PP Ogan Ilir Saat Rapat Tengah Berlangsung
Diduga Gudang BBM Ilegal Berdiri Kokoh Nampak Jelas Dari Jalan Besar Ibul Pemulutan Seakan Kebal Hukum
Pemkab PALI Panggil Seluruh Pengusaha Bupati Komitmen Membangun Daerah
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 10 November 2025 - 04:59

Ops Sikat II Musi 2025, Jatanras Polda Sumsel Tangkap Dua Pelaku Curanmor di Banyuasin

Senin, 10 November 2025 - 00:14

Bhabinkamtibmas Turun Tangan, SPM Rental Pekalongan Ditemukan di Desa Kulu.

Minggu, 9 November 2025 - 14:59

Ari Saputra,Ucapkan Selamat Hari Pahlawan ,Mari wujudkan nilai perjuangan Demi Masa Depan yang Lebih Baik

Rabu, 5 November 2025 - 13:00

Antisipasi Puncak Bencana, Kolaboratif Polda dan Pemprov Sumsel Gelar Apel Siaga Hidrometeorologi

Selasa, 4 November 2025 - 11:55

Polres Pekalongan Ambil Langkah Humanis, Kakek 73 Tahun yang Tersesat Diantar Pulang ke Semarang Naik Kereta

Selasa, 4 November 2025 - 11:43

Satlantas Polres Pekalongan Sediakan Loket Khusus Lansia dan Ibu Hamil

Selasa, 4 November 2025 - 07:41

RSUD Rejang Lebong Tingkat Kan Layanan Mutu fasilitas Dengan Merenovasi Gedung

Selasa, 4 November 2025 - 06:33

Wartawan Mitramabesnews.com Apresiasi Kinerja Kapolres Toba AKBP Vinsensius Jimmy Parapaga, S.I.K. Menutup Perjudian Meja Tembak Ikan, Toba Sumut

Berita Terbaru