Subulussalam//Mitramabesnews.com
Kekerasan terhadap insan pers kembali mencoreng wajah demokrasi Indonesia. Kali ini, kejadian memilukan menimpa Syahbudin Padank, jurnalis senior dari 1kabar.com, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPW Fast Respon Nusantara (FRN) Counter Polri Provinsi Aceh sekaligus anggota aktif Serikat Siber Wartawan Indonesia (SWI).Jumat, 17 Oktober 2025
Syahbudin melaporkan tindak pidana pengrusakan dan dugaan intimidasi terhadap profesinya sebagai wartawan. Insiden terjadi pada Jumat dini hari, 17 Oktober 2025, di kediamannya yang terletak di Dusun Lae Mbetar, Desa Sikalondang, Kecamatan Simpang Kiri, Kota Subulussalam, Aceh
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
KRONOLOGI: SUARA LEDAKAN, KLAKSON PROVOKATIF, KACA MOBIL PECAH
Berdasarkan laporan resmi kepada pihak kepolisian dengan Nomor STTLP/B/137/X/2025/SPKT/POLRES SUBULUSSALAM/POLDA ACEH, peristiwa teror dimulai sekitar pukul 02.00 WIB. Seorang tetangga korban, Darmawati, mendengar suara keras mirip ledakan dan melihat dua sepeda motor tidak dikenal mondar-mandir di depan rumah sambil menggeber knalpot dan membunyikan klakson dengan keras ke arah rumah korban.
“Saya dengar suara lemparan sangat keras. Motor mereka mutar-mutar, geber-geber, dan bunyi klakson panjang ke arah rumah Bang Padank. Saya sangat takut dan tidak berani keluar karena suami saya sedang tidak di rumah,” ujar Darmawati.
Sekitar pukul 05.00 WIB, anak Syahbudin keluar rumah dan menemukan kaca belakang mobil milik keluarga dalam kondisi pecah. Setelah diberitahu oleh istrinya, Syahbudin segera merekam kerusakan menghubungi media lokal seperti Detik Aceh, dan mendatangi SPKT Polres Subulussalam untuk melapor.
LANGKAH HUKUM: PENGRUSAKAN DAN PELANGGARAN UU PERS
Dalam laporannya, Syahbudin menyampaikan bahwa kejadian ini bukan sekadar pengrusakan biasa, tetapi juga bentuk teror terhadap kebebasan pers sebagaimana dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
Pasal-pasal yang diduga dilanggar antara lain: Pasal 406 ayat (1) KUHP: tentang pengrusakan barang milik orang lain.
Pasal 4 ayat (3) UU Pers menjamin hak pers untuk mencari, memperoleh, dan menyebarkan informasi.
Pasal 8 UU Pers: menyatakan wartawan mendapat perlindungan hukum dalam menjalankan tugasnya.Pasal 18 ayat (1) UU Pers mengatur sanksi bagi pihak yang menghambat kebebasan pers, dengan ancaman pidana maksimal 2 tahun atau denda hingga Rp500 juta.
KELUARGA TRAUMA, MOBIL RUSAK, DEMOKRASI TERANCAM
Kejadian ini menyebabkan trauma psikologis bagi keluarga Syahbudin, terutama istri dan anak-anaknya yang menyaksikan langsung dampak teror tersebut.
“Anak dan istri saya sangat terguncang. Kami merasa tidak aman di rumah sendiri. Ini bukan hanya pengrusakan, tapi teror terhadap wartawan dan keluarganya,” ungkap Syahbudin.
GELORA KECAMAN DARI KOMUNITAS PERS DAN LSM
Insiden ini langsung memicu kecaman dari berbagai pihak, termasuk organisasi wartawan, media, dan LSM di Aceh dan nasional.
Suhendri Solin, Ketua SWI Subulussalam, menyatakan Ini bukan hanya serangan terhadap anggota kami, tapi terhadap seluruh wartawan. Polres harus mengusut tuntas.”
Agus Flores, Ketua Umum FRN Counter Polri Nusantara Ini pelanggaran serius terhadap hukum dan UU Pers. Kami tidak akan diam Chaidir Toleransi, S.H. Pimpinan Umum 1kabar.com Jangan biarkan kekerasan terhadap pers dianggap sepele. Kami menuntut keadilan.
Arbiansyah dari Detik Aceh Antoni Tinendung (Ketua LSM Putra Aceh), dan T. Simbolon (Ketua DPD LSM Penjara PN Sumut) turut mengecam keras tindakan teror ini.
SERUAN TERBUKA UNTUK KAPOLRI, DEWAN PERS, DAN LEMBAGA HAM
Atas insiden ini, sejumlah desakan disampaikan secara terbuka kepada pihak berwenang:
1.Kapolres Subulussalam untuk segera mengusut dan menangkap pelaku.
2.Kapolda Aceh dan Kapolri diminta mengawasi penanganan kasus ini secara langsung.
3-Dewan Pers didesak untuk memberi perlindungan dan advokasi hukum bagi korban.
4.Komnas HAM dan LPSK diminta turun tangan karena terdapat indikasi pelanggaran hak asasi manusia dan intimidasi terhadap keluarga wartawan.
KESIMPULAN: KEKERASAN TERHADAP PERS ADALAH PENGHINAAN TERHADAP DEMOKRASI
Kasus ini menjadi alarm bahwa kebebasan pers di Indonesia masih rentan terhadap kekerasan dan intimidasi. Ketika wartawan diintimidasi karena menjalankan tugasnya, maka yang terancam bukan hanya individu, tapi juga hak publik atas informasi dan demokrasi itu sendiri
Masyarakat, insan pers, dan semua pihak diajak untuk bersatu melawan segala bentuk kekerasan terhadap wartawan Negara harus hadir, dan hukum harus ditegakkan agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
(Red)