Mitramabesnews.com, Desa Pergem, Bangka Selatan – Ketimpangan agraria kembali mencuat di wilayah Bangka Selatan. Jeritan para petani Desa Pergem, Kecamatan Toboali, terekam dalam sebuah video yang kini viral di media sosial. Mereka mengaku bahwa tanah negara yang selama ini mereka garap secara turun-temurun—dengan cara menebas, menanam, dan merawat secara tradisional—telah dikuasai oleh pihak luar tanpa dasar hukum yang jelas.
Dalam video tersebut, tampak beberapa pekerja yang mengaku diperintah oleh seseorang bernama Iskandar untuk mengambil alih lahan tersebut. Iskandar disebut-sebut sebagai pihak yang mengklaim tanah negara itu sebagai miliknya, padahal tidak pernah membuka, mengelola, atau memiliki bukti penguasaan sah. Sementara itu, petani yang selama bertahun-tahun mengolah lahan tersebut kini justru diancam kehilangan hak penggarapan mereka.
Desakan Keras: “Bupati Bangka Selatan Jangan Hanya Aktif di TikTok, Tapi Tegakkan Perda!”
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Melihat eskalasi persoalan yang kian meresahkan, berbagai elemen masyarakat sipil, aktivis lingkungan, dan pendamping petani mendesak agar Bupati Bangka Selatan tidak hanya sibuk di media sosial seperti TikTok, tetapi segera turun tangan dan menjalankan fungsi konstitusionalnya dalam menegakkan Peraturan Daerah (Perda).
Dalam konteks kasus ini, terdapat sejumlah perda strategis yang seharusnya ditegakkan oleh Bupati, yakni:
1. Perda ] tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bangka Selatan, yang mengatur peruntukan ruang serta larangan pemanfaatan ruang tanpa izin.
2. Perda tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B), yang melindungi lahan pertanian dari penguasaan liar dan konversi tidak sah.
3. Perda Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengharuskan setiap pemanfaatan tanah tunduk pada prinsip keberlanjutan dan keadilan ekologis.
4. Perda tentang Perkebunan, yang mengatur tata kelola lahan dan pengendalian usaha perkebunan agar tidak merugikan masyarakat sekitar.
“Kami tidak anti dengan eksistensi digital kepala daerah, tetapi tolong hadirkan juga ketegasan di lapangan. Jangan sampai perda hanya indah di atas kertas, tapi petani tetap terinjak di tanah sendiri,” tegas seorang pendamping warga.
Tanah Negara Bukan Komoditas Elite: Bupati Harus Menjamin Kepastian Hukum
Pihak pendamping hukum dan warga menggarisbawahi bahwa lahan yang disengketakan merupakan tanah negara, bukan milik pribadi siapa pun. Sesuai prinsip Reforma Agraria dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), tanah negara yang telah dikelola secara aktif, produktif, dan damai oleh petani selama bertahun-tahun seharusnya menjadi objek legalisasi dan redistribusi, bukan objek perebutan oleh kelompok bermodal besar.
Dalam hal ini, peran Bupati sebagai kepala daerah menjadi sentral, baik sebagai pengambil kebijakan maupun sebagai pihak yang memiliki otoritas menindak pelanggaran tata ruang dan pelanggaran pemanfaatan tanah negara secara ilegal.
Kepemimpinan Ditunggu: Turun Lapangan, Tegakkan Hukum, Lindungi Rakyat
Masyarakat menanti langkah nyata dari Bupati Bangka Selatan, bukan sekadar narasi digital atau performa sosial media. Mereka meminta agar Bupati:
• Membentuk tim investigasi independen untuk memverifikasi status hukum tanah tersebut;
• Menghentikan sementara segala aktivitas penguasaan dan pemanfaatan tanah negara oleh pihak yang tidak memiliki dasar hukum;
• Menggunakan kewenangan otonomi daerah untuk menegakkan Perda RTRW, PLP2B, Perkebunan, dan Lingkungan Hidup secara tegas dan transparan;
• Menjamin kepastian hukum bagi para petani lokal yang telah menggarap tanah negara secara sah secara sosial dan historis.
Jika dibiarkan, kasus ini bukan hanya mengancam ketahanan petani lokal, tapi juga akan mencoreng integritas hukum daerah. Pemimpin sejati hadir di tengah rakyat, bukan hanya hadir di feed sosial media.
Organisasi Perkumpulan Waktu Indonesia bergerak (WIB) Bangka selatan menyatakan keprihatinan mendalam atas maraknya konflik agraria yang terjadi di wilayah Desa Pergam dan Desa bencah, Kecamatan Air Gegas,Kabupaten Bangka selatan khususnya terkait penguasaan sepihak atas tanah negara yang selama ini telah digarap oleh petani lokal.
Sulastio Setiawan, S.H., M.H., Ketua WIB Bangka Selatan, menyampaikan bahwa negara dan pemerintah daerah, khususnya Bupati Bangka Selatan, tidak boleh berdiam diri, apalagi hanya sibuk membangun citra digital di media sosial tanpa kehadiran nyata dalam penegakan hukum di lapangan.
“Kami minta dengan tegas, Bupati Bangka Selatan jangan hanya aktif di TikTok! Ini saatnya kepala daerah membuktikan keberpihakan kepada rakyat. Petani di Bangka selatan sedang menjerit karena tanah negara yang mereka kelola secara sah secara sosial dan historis, justru dirampas oleh pihak yang tidak memiliki dasar hukum yang jelas,” ujar Sulastio.
Lebih lanjut, Sulastio menekankan bahwa Bangka Selatan telah memiliki perangkat hukum daerah yang cukup untuk menangani persoalan ini. Sejumlah Peraturan Daerah (Perda) yang harus segera ditegakkan antara lain:
1. Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) – mengatur fungsi dan peruntukan ruang serta mencegah alih fungsi dan pemanfaatan ruang tanpa izin.
2. Perda tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) – menjamin perlindungan tanah pertanian dari penguasaan liar dan eksploitasi.
3. Perda tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup – menjaga kelestarian lingkungan dari pembukaan lahan ilegal.
4. Perda tentang Perkebunan – mengatur tata kelola dan kewajiban pelaku usaha perkebunan agar tidak merugikan masyarakat sekitar.
“Kami tidak menolak pembangunan atau investasi, tetapi tidak boleh dengan cara mengorbankan rakyat kecil. Tanah negara bukan komoditas bebas rebut. Tanah negara yang telah digarap petani secara turun-temurun harusnya menjadi prioritas untuk dilegalisasi, bukan direbut oleh oknum yang berlindung di balik kekuasaan atau modal,” tegasnya.
Sulastio juga menyampaikan bahwa perkumpulan WIB akan mengawal kasus ini secara hukum dan advokasi terbuka. Ia menyerukan agar Bupati segera membentuk tim investigasi, melakukan penghentian sementara atas aktivitas penguasaan lahan oleh pihak yang tidak memiliki alas hak, dan mengembalikan hak kelola kepada masyarakat yang telah terbukti aktif dan produktif di atas tanah tersebut.
“Ini ujian kepemimpinan Bupati Bangka Selatan. Apakah berpihak pada rakyat, atau justru membiarkan tanah negara jatuh ke tangan-tangan yang tak sah. Pemimpin itu hadir di tengah rakyat, bukan hanya di timeline media sosial.” (MTMS.Red) Narasumber LBH PKBBB