Indramayu// MitramabesNews.com, – Upaya paksa pengosongan Gedung Graha Pers Indramayu (GPI) hari ini berakhir antiklimaks dan memicu ketegangan. Tim eksekutor dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Indramayu, yang terdiri dari Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) serta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), dibuat tak berkutik setelah gagal menunjukkan dokumen kepemilikan tanah dan gedung yang sah.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ratusan wartawan yang memadati lokasi eksekusi sontak mengusir tim Pemkab Indramayu. Dalam pemandangan yang tak biasa, petugas Satpol PP dan perwakilan BKAD bahkan “diantar” oleh kerumunan wartawan hingga ke mobil dinas mereka.
Peristiwa ini bermula ketika Rio Sumantri, staf Bidang Aset BKAD, mencoba menyampaikan perintah pengosongan gedung GPI sesuai surat dari Sekretaris Daerah (Sekda) Aep Surahman. Namun, permintaan wartawan untuk melihat bukti kepemilikan yang sah tak bisa dipenuhi oleh Rio. Hal ini langsung memicu reaksi keras.
Para wartawan berteriak meminta BKAD menghentikan argumen mereka karena tidak dilengkapi dokumen yang legal.
Ketegangan semakin memuncak saat Kasatpol PP, Teguh Budiarso, mencoba menjelaskan tujuan kedatangan mereka.
Lagi-lagi, alasan yang disampaikan tidak diterima oleh wartawan. Alhasil, tim eksekutor dihalau secara massal dan dipaksa membubarkan diri.
Kejadian langka dalam sejarah kewartawanan di Indramayu ini turut disaksikan oleh puluhan wartawan dari berbagai kabupaten di Jawa Barat, termasuk perwakilan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dari Cirebon, Majalengka, Karawang, Subang, dan Sukabumi.
Sebelumnya, perintah pengosongan paksa gedung GPI oleh Bupati Indramayu, Lucky Hakim, telah menuai kecaman keras dari kalangan wartawan. Sikap Lucky Hakim dinilai arogan dan berpotensi membungkam kebebasan pers.
Surat perintah pengosongan, yang ditandatangani oleh Sekda Aep Surahman, telah dilayangkan dua kali. Surat terakhir bahkan berisi teguran keras dan ancaman pengosongan paksa dengan pengerahan Satpol PP, yang rencananya akan dilakukan hari ini.
Ancaman ini sontak membuat seluruh wartawan di Kabupaten Indramayu meradang dan menyatakan siap melakukan perlawanan jika rencana tersebut benar-benar direalisasikan.
Ketua Forum Ketua Jurnalis Indramayu (FKJI), Asmawi, menegaskan bahwa perintah pengosongan paksa ini tidak memiliki dasar hukum. Menurutnya, gedung GPI bukan aset murni Pemkab Indramayu, melainkan aset milik Desa/Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu.
Lebih lanjut, Asmawi menilai Lucky Hakim tidak menghargai peran penting wartawan dalam pembangunan Kabupaten Indramayu. “Gedung GPI itu sengaja dibangun dan disempurnakan oleh bupati-bupati terdahulu. Tujuannya agar terwujud sinergi dan kolaborasi konstruktif untuk bersama memajukan Indramayu.
Sekarang, tatanan yang sudah baik itu dirusak oleh bupati saat ini (Lucky Hakim) untuk hal yang tidak menyentuh kepentingan masyarakat,” tukas Asmawi.
Senada dengan Asmawi, Ketua PWI Kabupaten Indramayu, Dedy Musashi, menyatakan bahwa perintah paksa pengosongan gedung GPI akan menjadi preseden buruk dan bentuk pembungkaman pers. Ia juga menyayangkan Bupati Lucky Hakim yang tidak menghargai sejarah keberadaan gedung GPI.
Dedy menjelaskan bahwa gedung GPI, yang sebelumnya bernama Balai Wartawan, dibangun pada tahun 1985 sebagai bentuk apresiasi Pemkab Indramayu atas peran wartawan dalam mendorong pembangunan daerah, menyusul penghargaan Parasamya Purna Karya Nugraha.
“Balai Wartawan lalu diresmikan oleh gubernur Jawa Barat saat itu, Yogie S Memet. Kemudian disempurnakan oleh bupati-bupati Indramayu, hingga masa bupati Nina Agustina. Sekarang saat Lucky Hakim menjabat bupati, malah seenaknya ingin memberangus sejarah kewartawanan,” tegas Dedy.
(Js)