Pemalang // mitramabesnews.com —
Madrasah Ibtidaiyah (MI) adalah jenjang dasar pada pendidikan formal di Indonesia, setara Sekolah Dasar yang pengelolaannya dibawah naungan Kementerian Agama RI. Pendidikan MI ditempuh dalam enam tahun, selanjutnya dapat meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu Tsanawiyah atau Sekolah Menengah Pertama.
MI tersebar luas di wilayah NKRI, tak luput pula di wilayah Desa
Banyumudal Kecamatan Moga Kabupaten Pemalang terdapat Sekolah yang berbasis agama tersebut. Tepatnya di Jalan Barokah no. 33, terdapat sebuah MI yang bernaung pada Yayasan Siti Masyithoh Moga.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Belakangan tersiar kabar, ada dugaan perbuatan yang tidak selayaknya dilakukan oleh oknum guru MI terhadap siswa didiknya.
Dari penelusuran tim media mitramabesnews.com di peroleh keterangan dari beberapa orang tua murid yang keberatan jika disebutkan namanya.
Darinya, kronologis kejadian diperoleh. Awal terkuaknya cerita yang memilukan dan mencoreng dunia pendidikan di Kabupaten Pemalang wabilkhusus wilayah kecamatan Moga ini, bermula salah satu orang tua murid hendak menjemput putrinya di sekolah yang memperoleh akreditasi A tersebut, karena mengingat jam belajar telah usai (sekira jam 10.30 wib-red).
Seperti biasanya sang ayah menjemput putri tercintanya. Namun setelah ditunggu beberapa menit tidak nampak putrinya keluar dari sekolah, sang Ayah yang nota bene adalah orang tua siswi bergegas ke ruang kelas IV tempat belajar putrinya. Benar adanya kalau putrinya ada di kelas namun dalam kondisi menangis tersedu-sedu sambil terlihat cemas bercampur takut saat mendapati ayahnya masuk ke kelas. Lantas siswi tersebut bercerita kalau dirinya telah mendapatkan perlakuan tidak terpuji dari oknum gurunya. Sontak sang Ayah dengan putrinya bergegas pergi ke ruang kerja Kepala Sekolah (Kepsek), hendak melaporkan kejadian yang baru saja terjadi di ruang kelas.
Setelah orang tua siswi menceritakan kejadian di ruang kelas IV, selanjutnya Kepsek memanggil oknum guru yang dimaksud. Disaksikan oleh orang tua siswi dan siswi itu sendiri serta Kepsek. Oknum guru tidak mangakui perbuatannya. Dirinya berdalih bahwa hal itu tidak ada unsur kesengajaan. “Maaf pak, saya memang salah, itu hanya kesalah pahaman saja,” ujar oknum guru, ditirukan oleh orang tua siswi.
Masih ditirukan oleh orang tua siswa,”Mungkin posisinya saya terlalu dekat jadi timbul asumsi lain karena yang namanya guru sayang terhadap muridnya,” lanjut oknum guru tersebut. Namun ucapan oknum guru tadi langsung dipotong oleh diduga korban siswi kelas IV ” “Tidak seperti itu (kejadiannya-red), bapak bohong,” teriak siswa kelas IV itu dengan nada tinggi sambil terisak tangisnya, ditirukan oleh orang tua siswi tersebut di ruang Kepsek.
Terpisah, tim mitramabesnews.com juga mendapatkan cerita yang miris yang mungkin juga mirip kejadiannya seperti yang menimpa siswi terduga korban. Saat hendak mengkonfirmasi perihal kejadian yang memilukan ini kepada Kepala Sekolah MI, tidak ada ditempat.
“Kepsek tidak ada di tempat”, jawab salah satu guru pengajar MI. Jumat (14/02/25).
Jika saja tokoh Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara mendengar hal ini, akan terurai air matanya mengingat beliau adalah penggagas semboyan nasionalisme Pendidikan “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani” – Di Depan Memberi Contoh, Di Tengah Membangun Cita-cita, Di Belakang Mengikuti dan Mendukung.
(Kabiro Pemalang)