Kotak Kosong dan Demokrasi Terancam: Menolak Arogansi Calon Tunggal di Pangkalpinang (opini)

- Penulis

Kamis, 10 Oktober 2024 - 09:58

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Bangka Belitung, Mitramabesnews.com

Pilwako Pangkalpinang tahun ini menghadirkan situasi politik yang cukup kontroversial dengan munculnya calon tunggal yang menghadapi kotak kosong (KOKO). Bagi sebagian pihak, seperti Rektor Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung (Umuh Babel), keberadaan KOKO bukanlah suatu hal yang perlu diperdebatkan, melainkan menjadi bagian sah dari proses demokrasi yang kita anut.

 

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

 

Namun, hal ini justru menuai kritik dari pihak lain, seperti yang disuarakan oleh Efendi Harun, yang menyatakan bahwa KOKO tidak layak menjadi peserta Pilwako karena bukan “manusia.”

 

Polemik ini menggambarkan ketegangan yang muncul di tengah masyarakat dalam menyikapi fenomena kotak kosong di pilkada.

 

 

Sebagai salah satu pembicara dalam diskusi publik yang berlangsung di Monumen Kerito Surong pada Sabtu malam lalu, saya merasa perlu merespon kritik yang dilontarkan oleh Efendi Harun.

 

 

Menurut saya, pendapat beliau terkesan tendensius terhadap pernyataan Rektor Umuh Babel yang justru memberikan pandangan yang objektif terkait legitimasi KOKO dalam kontestasi Pilwako.

 

 

Hak Demokratis dan Legitimasi Kotak Kosong

 

Sebagai seorang akademisi, rektor Umuh Babel tentu memiliki hak untuk memberikan pandangannya, terutama dalam isu-isu politik yang berdampak luas pada masyarakat. Di sisi lain, pandangan yang menyatakan bahwa KOKO bukanlah peserta pilkada karena bukan manusia adalah sebuah kesalahpahaman mendasar.

 

 

Keikutsertaan KOKO dalam pilkada, meski bukan berwujud individu, tetap diakui secara hukum. Bahkan, jika KOKO menang, akan ada pemilihan ulang. Ini menunjukkan bahwa pemerintah mengakui keberadaan KOKO sebagai peserta yang sah.

 

 

Jika KOKO dianggap tidak sah, maka pemilihan ulang tidak perlu diadakan, dan calon tunggal otomatis dinyatakan sebagai pemenang.

 

Dalam konteks ini, kita perlu mengingat sejarah perjuangan Bangka Belitung yang berupaya memisahkan diri dari Sumatera Selatan.

 

Perjuangan itu tidak hanya untuk meraih status sebagai provinsi, tetapi juga untuk memastikan bahwa demokrasi berjalan dengan sehat di daerah kita.

 

 

Sayangnya, beberapa pihak, termasuk mereka yang mengaku sebagai bagian dari presidium, tampaknya mulai melupakan semangat itu. Ada indikasi bahwa mereka justru ingin menggugat KOKO jika menang, sebuah langkah yang jelas-jelas merongrong prinsip demokrasi.

 

 

Demokrasi yang Sehat: Cek dan Keseimbangan

 

Demokrasi yang sehat mengharuskan adanya mekanisme check and balances, terutama di tingkat legislatif. Jika semua partai politik di dewan telah mendukung satu calon tunggal, ini menandakan bahwa demokrasi kita berada dalam bahaya. Fenomena “begal politik,” di mana kekuatan politik memonopoli ruang demokrasi dan menghilangkan ruang bagi calon alternatif, semakin nyata.

Baca Juga:  Tak Indahkan Somasi, Dr Yudi Krismen Us,SH.,MH akan Tempuh Jalur Hukum

 

 

Calon tunggal sering kali diasosiasikan dengan kepentingan oligarki yang menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan, termasuk menggunakan uang sebagai senjata utama (Money is Power).

 

Dalam konteks ini, protes terhadap calon tunggal bukanlah sekadar soal kekalahan atau kemenangan. Melainkan, ini adalah bentuk perlawanan terhadap dominasi politik yang membungkam suara rakyat.

 

 

Menang atau kalah di Pilwako nanti bukanlah hal yang esensial bagi kami yang mendukung KOKO. Yang terpenting adalah marwah dan harga diri sebagai warga Pangkalpinang yang tidak ingin kembali ke masa sebelum Bangka Belitung menjadi provinsi.

 

 

Calon Tunggal: Arogansi dan Kekhawatiran

 

Fenomena calon tunggal juga mencerminkan arogansi calon tersebut dalam memanfaatkan seluruh partai politik untuk mendukungnya. Langkah ini menunjukkan bahwa calon tunggal tidak percaya diri untuk bersaing secara sehat dengan kandidat lain.

 

 

Ini adalah bentuk ketidakadilan bagi demokrasi, di mana seharusnya rakyat diberi kesempatan untuk memilih lebih dari satu kandidat.

 

Calon tunggal menginginkan kontrol penuh atas jalannya pilkada. Ini terlihat dari berbagai cara yang mereka tempuh, termasuk menekan partai politik untuk tidak mendukung calon lain.

 

 

Mereka seakan lupa bahwa pemimpin yang baik adalah mereka yang bersedia berkompetisi secara adil, bukan yang memanipulasi sistem demi kepentingan pribadi. Keberadaan KOKO, meskipun hanya kotak kosong, memberikan rakyat alternatif untuk menolak calon tunggal tersebut.

 

 

Kesimpulan: Kotak Kosong sebagai Simbol Perlawanan

 

Bagi kami, kemenangan KOKO bukanlah sekadar kemenangan dalam sebuah pemilihan, melainkan kemenangan dalam menegakkan prinsip-prinsip demokrasi yang sesungguhnya.

 

 

KOKO menjadi simbol perlawanan terhadap dominasi politik yang merusak esensi dari demokrasi itu sendiri.

 

 

Kami tidak ingin Pangkalpinang kembali ke masa kelam ketika keputusan politik diambil oleh segelintir elit tanpa memperhitungkan kepentingan rakyat banyak.

 

Dalam demokrasi, setiap suara penting. Termasuk suara yang mendukung KOKO, yang merupakan cerminan dari ketidakpuasan rakyat terhadap praktik-praktik politik yang tidak sehat.

 

 

Jika demokrasi kita ingin tetap hidup dan berkembang, kita harus memberi ruang bagi setiap pilihan, termasuk pilihan untuk menolak calon tunggal yang arogan dan penuh dengan intrik politik. (*)

 

 

(Penulis : Zamhari SE MM, Dosen STIE IBEK Bangka Belitung, Mantan Anggota DPRD Kabupaten Bangka Tengah)

Berita Terkait

Patroli Perintis Presisi Polres PALI Cegah Aksi Balap Liar Dan Premanisme Di Malam Hari
Diduga Gudang BBM ilegal Bebas Beroperasi Peran Aph Dipertanyakan
Kritik Pemberitaan Tak Objektif PPWI Tuba Ambil Sikap Tegas Akan Melaporkan Oknum Wartawan Berinisial (JP)
Manap Suharnap Pertanyakan Integritas Kepsek Dan Guru Yang Terlibat Praktik Penjualan LKS Di Sekolah Kabupaten Kuningan Jawa barat
POLSEK PENUKAL ABAB SAMPAIKAN HIMBAUAN KAMTIBMAS TERKAIT RENCANA HAJATAN DI DESA AIR ITAM
Uji Kemampuan Fisik Personil, Polda Sumsel Laksanakan Tes Kesemaptaan Jasmani Priode II
Polda Lampung Gelar Penyuluhan Hukum Tentang UU No. 1 Tahun 2023 KUHP Baru dan Pra Peradilan
Polres Pekalongan Gandeng Ponpes Tanam Jagung, Dukung Ketahana Pangan Nasional
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 7 Agustus 2025 - 12:09

Lewat GPM, Polres Magelang Kota Bantu Warga Dapatkan Beras Berkualitas Harga Terjangkau

Selasa, 5 Agustus 2025 - 09:35

Rakor Lintas Sektoral Bahas Penanggulangan Konflik di Kota Magelang

Senin, 4 Agustus 2025 - 15:14

Lazismu Kabupaten Magelang Tasyarufkan Dana Pendidikan kepada 33 Sekolah

Rabu, 30 Juli 2025 - 11:27

155 SMK Muhammadiyah Jateng Jalin MoU Internasional: Buka Jalan Kerja dan Magang ke Jepang!

Sabtu, 26 Juli 2025 - 00:37

Penyuluhan Hukum Divif 2 Kostrad, Optimalisasi Kesadaran Hukum Bagi Prajurit dan Keluarga Yonarmed 1 Kostrad

Kamis, 24 Juli 2025 - 03:21

Binmas Polres Magelang Kota Binluh Pembetukan Karakter Paskibraka Kota Magelang

Minggu, 20 Juli 2025 - 11:09

Kolaborasi Polri dan Masyarakat Meriahkan Bhayangkara Adventure 2025 di Kota Magelang

Kamis, 17 Juli 2025 - 12:53

Bina Fisik Prajurit, Yonarmed 1 Kostrad Laksanakan Lari dan Sirkuit Training

Berita Terbaru